MOMENTUM,
Bandarlampung--Berbagai gagasan tumpah dalam acara focus group discussion
(diskusi terfokus) bertajuk “Urgensi bentuk Hukum dan Penegakannya serta Sistematika
Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN)”, Rabu (11-3-2020).
Acara yang
digelar oleh Anggota Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI,
Ahmad Bastian, di aula Fakutas Hukum, Kampus Universitas Lampung (Unila)
tersebut dihadiri seratusan peserta.
Mereka terdiri
dari para mahasiswa maupun akademisi (dosen) fakultas hukum. Tidak hanya dari
Unila, melainkan beberapa kampus lainnya di Kota Bandarlampung.
Bastian
mengatakan, acara tersebut merupakan salah satu agenda kerja MPR. “Saya kan
berada di badan pengjkajian MPR, datang ke kampus untuk menggali dan mengeksplor
pemikiran akademik,” kata Bastian saat diwawancarai usai acara.
Terutama,
sambung Bastian, soal tema urgensi dan pokok-pokok hukum serta sistematika
pokok haluan negara.
“Ini yang mau
kita gali dari berbagai kampus. Karena kami di MPR mendapat tugas oleh MPR
terdahulu untuk melakukan kajian terhadap pokok-pokok haluan negara ini,”
tuturnya.
Bastian
mengaku senang, dengan banyaknya masukan dari kalangan akademisi, maupun mahasiswa
yang hadir dalam kegiatan. “Hari ini saya mendapat khasanah pemikiran luar
biasa dari fakultas hukum,” ujarnya.
Masukan-masukan
tersebut akan dibawanya ke dalam rapat pembahasan bersama seluruh anggota MPR RI.
“Outpunya akan kita bawa ke Jakarta. Karena ini kajian MPR, akan kita bawa ke
MPR,” jelasnya.
Menurut Bastian,
masukan-masukan tersebut sangat penting. Sebab menjadi acuan dalam pengambilan
keputusan di MPR.
“Apakah nantinya
akan dilakukan amandemen di Undang-Undang (UU) 1945, ini tergantung dari
bagaimana pemikiran berbagai kampus ini,” terangnya.
Lebih lanjut
legislator Dewan Pimpinan Daerah (DPD) RI asal daerah pemilihan (Dpail) Lampung
itu mengatakan, pemikiran yang berkembang saat ini mayoritasnya menyatakan
bahwa pokok-pokok haluan negara itu penting.
“Tapi yang
masih menjadi perdebatan adalah penempatannya. Apakah akan ditempatkan di UUD
1945, yang artinya akan ada amandemen kelima di UU kita. Atau di bawah UU, jadi
dia bentuknya Tap (penetapan) MPR,” jelasnya.
Tapi yang
menjadi peroslan, kata Bastian, saat ini MPR tidak punya wewenang lagi untuk
menetapkan (TAP MPR). “Maka bentuk hukum ini akan terus kita gali lagi,”
ujarnya.
Termasuk pula
gagasan baru yang muncul dalam forum tersebut. “Hari ini di Unila ada satu
pemikiran, dia tidak di dalam Tap, tapi dalam bentuk keputusan negara. Ini akan
terus kita gali. Siapa yang akan mengeluarkan keputusan negara ini pun masih
akan terus kita gali lagi,” tutupnya.
Terpisah,
salah satu narasumber kegiatan yang juga akademisi Unila, Budiono mengatakan, salah
satu pembahasan yang penting dalam acara tersebut adalah soal sistem
perencanaan pembangunan saat ini yang dinilai banyak kelemahannya. Bahkan tidak
ada kelanjutannya.
“Tiap ganti
rezim masing-masing punya program kerja berbeda. Antara presiden yang satu dengan
yang lainnya. Sehingga pembangunan tidak fokus dan berkelanjutan,” kata Budiono.
Menurut
Budiono, butuh dasar hukum yang jelas agar persoalan ini tidak terus berulang. Untuk
mensiasati hal tersebut, salah satu solusinya adalah dibentuk atau disusunnya kembali
Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang jelas.
“Tetapi paling
utama yang harus difikirkan adalah, bentuk hukumnya mau ditempatkan dimana.
Lalu siapa yang menyusun dan siapa yang mengontrol GBHN ini. Selain itu, masuknya
GBHN ini apakah bisa membawa kesejahteraanmasyarakat atau tidak,” ucapnya.
Budiono berharap, diskusi semacam itu tidak hanya sekali saja, tetapi berkelanjutan. “Diskusi ini kan baik tujuannya. Meminta masukan masyarakat secara luas karena menyangkut hal-hal fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” jelasnya.(**)
Laporan/Editor: Agung Chandra Widi
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com