MOMENTUM-- Presiden Joko Widodo (Jokowi) bubarkan Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Begitu berita yang tersiar di sejumlah televisi nasional dan media online, beberapa hari lalu.
Aku langsung terkesima mendengar berita itu. Jika dibubarkan, artinya kasus covid-19 di negeri ini sudah selesai. Hingga tak perlu ada tim itu lagi. Alhamdulillah. Turut gembira mendengarnya.
Usut punya usut, ternyata dugaanku salah. Tim gugus tugas yang dibubarkan itu hanya berubah nama menjadi satuan tugas penanganan Covid-19. Cuma ganti istilah.
Padahal saya beranggapan, kalau sudah ada pembubaran artinya acara atau tugas sudah selesai.
Di kampung saya contohnya. Bagi yang hendak mengadakan resepsi, selalu mengumpulkan masyarakat sekitar dan sanak saudara untuk membentuk panitia resepsi.
Setelah hajat selesai, seluruh panitia pun dikumpulkan kembali dalam acara pembubaran panitia. Artinya hajat sudah tuntas. Sudah selesai.
Di mana-mana biasanya seperti itu. Begitu juga seharusnya dengan tim gugus tugas. Jika sudah dibubarkan artinya covid-19 sudah selesai.
Tapi nyatanya tidak. Sampai saat ini, penambahan kasus covid-19 di Indonesia tidak kurang dari seribu setiap harinya.
Saya pun jadi bingung dengan pola pikir pemerintah. Membubarkan tim gugus tugas, padahal yang menjadi tanggung jawabnya belum selesai. Covid-19 masih belum selesai, obatnya pun belum ditemukan.
Memang pemerintah membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, untuk menggantikan gugas tugas.
Tapi yang bikin saya bingung adalah, kenapa membentuk Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 lalu dibubarkan begitu saja? Apakah ada suatu masalah?
Sebelumnya juga pemerintah mengumumkan akan mengganti istilah yang dipakai. Seperti ODP (orang dalam pemantauan), PDP (Pasien dalam pengawasan) dan pasien positifi covid-19.
Kenapa sih pemerintah sibuk mengganti istilah. Seharusnya fokus memikirkan solusi untuk menyelesaikan wabah ini. (*)
Oleh: Agung DW
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com