MOMENTUM, Anaktuha--Tertarik dengan perbengkelan sejak anak-anak, Adip Solehudin memiliki usaha bengkel yang memproduksi peralatan pertanian dengan omset sekitar Rp20 juta per bulan.
Kegemaran Adib terhadap usaha yang dikenal dengan pandai besi itu, sebenarnya tidak terlepas dari usaha keluarga.
Ketika masih anak-anak, pria kelahiran 10 Agustus 1981, itu mengaku menghabiskan waktu di bengkel milik kakeknya. Saat duduk di bangku SMP, usai pulang sekolah dia membantu kakeknya.
"Sejak kecil saya suka dengan bengkel. Setamat SMP, saya pun memilih sekolah jurusan mesin," katanya pemilik Bengkel Muara 16 yang berlokasi di Desa Jayasakti Kecamatan Anaktuha, Lampung Tengah, ini pada awal September 2020.
Begitu tamat sekolah menengah kejuruan (SMK), dia menjadi lebih fokus membantu kakeknya memproduksi beragam peralatan pertanian, seperti cangkul dan sabit.
"Ketika itu, saya tidak hanya membantu kakek. Tapi juga belajar dan mencoba mendaur-ulang berbagai barang bekas untuk dijadikan alat pertanian," katanya.
Merasa sudah memiliki cukup keterampilan memproduksi peralatan pertanian, akhirnya pada 2005, Adib memberanikan diri membuka usaha sendiri.
Mengandalkan modal tabungan hasil kerja membantu sang kakek, dia membuka Bengkel Muara 16. Diberi nama ini karena bengkel yang dibukaAdip merupakan cabang ke 16 dari seluruh bengkel yang dibuka keluarganya.
Seiring dengan perjalanan waktu, usaha pandai besi milik bapak tiga anak ini terus berkembang. Pesanan demi pesanan terus berdatangan. Bahkan, dia memiliki tiga tenaga pemasaran yang menjual produknya keluar daerah.
“Alhamdulillah, banyak permintaan dari pelanggan yang dari luar daerah, terutama wilayah Lubuklinggau (Sumatera Selatan). Petani di sana banyak yang memesan cangkul,” kata dia.
Disebutkan, harga cangkol produknya sebesar Rp95 ribu per unit. Namun, pembeli dalam partai banyak, harga kodian diberi diskon Rp5 ribu per unit.
Perkembangan Bengkel 16, diakuinya, tidak terlepas dari bantuan yang diterima sebagai mitra binaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII. "Dari PTPN VII, tidak hanya bantuan modal, tetapi kami juga kerjasama sebagai pemasok alat untuk panen kelapa sawit," akunya.
Selain itu, Adib menyebut keuntungan lain yang diperoleh sebagai mitra PTPN VII. Antara lain, pelatihan manajemen, administrasi keuangan, serta bimbingan lainnya. "Kami sekarang bisa mengatur keuangannya secara lebih tertib," kata pemilik usaha yang kini beromset Rp20 juta sebulan itu.
Kini, bengkel Adib fokus memproduksi alat-alat pertanian seperti cangkul, bajak, dodos kepala sawit, dan alat untuk membuat pakan ternak. "Sehari, kami bisa membuat 10 cangkul," katanya.
Menurut Adib, produksi cangkul sejumlah itu, tidak terlepas dari kreativitasnya memodifikasi alat-alat bekas menjadi mesin hammer atau pemukul. Sehingga kapasitas produksi cangkul menjadi lebih banyak.
"Paling lama, membuat alat potong rumput. Satu alat bisa memakan waktu tiga sampai empat hari," kata Adib yang kini memiliki dua pekerja.
Selain memproduksi peralatan pertanian, bengkel ini juga melayani perbaikan mesin-mesin pertanian milik petani, terutama petani di Jayasakti.
Suami Lia Novitasi ini mengaku pernah beralih profesi menjadi petani. Tapi bukannya untung malah merugi. Ia juga pernah menjadi peternak, tapi hasilnya sama tetap merugi. Akhirnya kembali menekuni dunia bengkel lagi.
"Mungkin memang sudah menjiwai sebagai tukang bengkel ini, sehingga usaha lain malah terus merugi," katanya. (**).
Laporan: Nurjanah.
Editor: M Furqon.
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com