MOMENTUM, Bandarlampung-- Kijang Memang Tiada Duanya. Itulah judul tulisanku saat pelajaran Bahasa Indonesia di bangku sekolah dasar (SD) dulu.
Judulnya persis iklan mobil tahun 90an. Ya, karangan itu memang terinspirasi dari produk Toyata. Karena sering menonton tayangannya di televisi.
Saat itu, guru meminta kami mengarang cerita bebas. Boleh tentang pengalaman masa liburan sekolah, tentang kehidupan keluarga atau apa saja. Pokoknya mengarang bebas.
Kami diberi waktu seminggu. Setelah itu tulisan dikumpulkan dengan kertas folio bergaris untuk tambahan nilai mata pelajaran bahasa.
Awalnya saya sempat bingung ingin mengarang cerita apa. Hingga akhirnya terinspirasi mobil kijang.
Dalam karangan setebal dua lembar kertas folio, saya bercerita tentang keberadaan mobil angkutan antar desa (Tarades) di kampung.
Sejak subuh, beberapa tarades yang rata- rata bermesin tua mulai hilir- mudik di Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum), Kabupaten Labuhanbatu (Sekarang Labuhanbatu Utara).
Penumpangnya rata- rata pedagang. Ada yang ingin berjualan di Pasar Aek Kanopan. Ada pula pedagang di kampung yang ingin berbelanja kesana.
Saat itu, tarades milik pak Harmen Marpaung melaju dari arah Guntingsaga menuju Aek Kanopan. Penumpangnya penuh. Hingga beberapa orang terpaksa menggantung di belakang.
Ketika melintasi daerah Bakung (tempat pembuangan sampah di pinggir jalan yang terkenal angker), mobil mendadak mogok.
Pak Harmen meminta kernet turun memeriksa mesin. Setelah kap dibuka ternyata semua normal. Air radiator, aki, dan lain sebagainya dalam kondisi baik.
Setelah distarter, mesin mobil kembali hidup. Perjalanan pun dilanjutkan. Namun, hanya beberapa meter mobil berjalan, mesinnya mati kembali.
Pak Harmen pun mulai was- was. Begitu juga dengan seluruh Penumpang. Sebab, daerah Bakung memang terkenal dengan keangkerannya.
Tidak sedikit pengguna jalan di sana pernah melihat penampakan makhluk gaib. Bahkan, kecelakaan lalu intas yang merenggut korban sering terjadi di lokasi itu.
Dengan mungucap “Bismillah” mobil kembali distarter dan hidup. Disaat bersamaan seorang penumpang melihat ada sosok wanita berbaju putih terbang menuju mobil yang mereka naiki. Kuntilanak...!!! teriakannya sontak membuat seisi mobil ketakutan.
Pak Harmen langsung menginjak pedal gas. Mobil tarades tua miliknya dipaksa berlari kencang. Hingga jarum di spidometer menunjukkan angka 100 kilometer perjam.
Meski demikian, sang kuntilanak tetap gigih mengiringi di belakang. Bahkan jaraknya sudah semakin dekat. Melihat kondisi itu, Pak Harmen kembali menginjak pedal gas. Lebih dalam lagi. Sampai mentok.
Kuntilanak tetap berupaya mengejar. Dia terus mengikuti dari belakang. Hingga akhirnya dia terlihat lelah. Tidak sanggup lagi mengejar. Sambil tertawa nyaring dia berteriak “Memang Kijang Tiada Duanya”.
Mendengar teriakan kuntilanak itu Pak Harmen mulai mengendurkan pijakan gas. Terlebih mobil yang dia kendarai sudah sampai di pajak Aek Kanopan. Seluruh penumpang pun sampai dengan selamat. Tamat.
Usai membacakan cerita itu di depan kelas, guru dan seluruh temanku bertepuk tangan. Mereka tidak pernah mengira jika ending cerita itu mengiklankan sebuah produk mobil.
Kalau saja zaman itu sudah ada ”endorsement” pasti ceritaku sudah mendapat hadiah dari Toyota. Hehehe
Tapi tidak mengapa. Setidaknya nilai mata pelajaran bahasa Indonesiaku saat itu sangat memuaskan.
Lebih bersyukur lagi, dari kebiasaan menulis itulah aku bisa menghidupi keluarga hingga saat kini. Menjadi seorang Jurnalis. Hobby yang menghasikan pundi- pundi rupiah. Alhamdulillah. Tabikpun. (**)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com