Serangan Fajar

Tanggal 30 Nov 2020 - Laporan - 1089 Views
Andi Panjaitan, Pemred Harian Momentum.

MOMENTUM-- Praktik jual- beli suara dalam pemilihan umum (Pemilu) masih terus berulang di Indonesia. Tidak terkecuali di Provinsi Lampung.

Maka jangan heran, “serangan fajar” menjadi topik pembicaraan hangat di tengah masyarakat saat ini. Terlebih, waktu pemungutan suara hanya 9 hari lagi.

Entah itu di warung, pasar, pengajian, hingga tempat keramaian lain. Bahkan tema obrolan emak- emak saat merumpi dengan tetangga pun sudah menjurus ke sana.

Mereka sedang menunggu pembagian amplop dari para tim sukses calon kepala daerah (Calonkada). Siapa yang memberi uang, itulah yang akan dicoblos di tempat pemungutan suara (TPS).

Tidak peduli siapa calonnya. Bagi mereka, uang adalah segalanya. Istilah kerennya ”nomor piro wani piro” (NPWP).

Program kerja dan janji kampanye calonkada dianggap tidak penting. “Toh, kalau nanti terpilih walikota nggak bakal ingat sama kita,” begitu kata wanita paruh baya yang kudengar saat berbincang di warung, kemarin.   

“Siapapun walikotanya, suami kita tetap saja jadi buruh. Gajinya juga segitu, nggak mungkin naik,” ujar wanita satunya menimpali.

Mendengar perbincangan yang sedikit menyimpang itu, aku langsung menyelah. Kepada mereka, kujelaskan jika politik uang itu melanggar dan ada sanksi pidananya.

“Eh, mas. Emang kalau mereka terpilih nggak korupsi? Nggak bakal narik setoran proyek? Sudah lah. Zaman sekarang mana ada kepala daerah yang bersih,” ujar ibu pemilik warung sembari menyodorkan uang kembalian pada ku.

Merasa terancam, aku langsung bergegas meninggalkan warung tersebut. “Dari pada mati konyol dilempari sayuran sama emak- emak,” batinku.

Percaya atau tidak, apa yang mereka katakan memang ada benarnya. Sudah menjadi rahasia umum jika setiap kepala daerah selalu menarik setoran proyek.

Selalu ada praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam setiap kepemimpinannya. Hal itu disebabkan tingginya biaya kampanye saat pencalonan. Belum lagi mahar yang harus dikeluarkan untuk membeli perahu partai politik (parpol). 

Sehingga tak heran banyak kepala daerah yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terlibat suap proyek.

Namun, apa pun dalihnya praktik serangan fajar tidak boleh dibiarkan. Masyarakat harus membantu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memerangi politik uang.

Meski sulit sekali membuktikan praktik tersebut. Karena penerima dan pemberi sama- sama diam. Ibarat kentut, suaranya ada tapi wujudnya tidak terlihat.

Mari kita wujudkan pilkada serentak yang jujur, adil dan bersih. Tabik Pun. (**)

Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Seperti Kentut ...

MOMENTUM-- Anda tahu kentut? Ya, suara tanpa bentuk itu merupakan ...


Yus Bariah, Tidak Bersalah ...

MOMENTUM -- Di pengadilan, ada sebutan hakim nonpalu. Yaitu, peng ...


Ingat, Pers Bukan Alat! ...

MOMENTUM--Belakangan, Lampung sedang dihebohkan dengan dugaan kor ...


Pilkada Koko ...

MOMENTUM -- Pada tahun ini, seluruh daerah di Indonesia akan memi ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com