MOMENTUM, Bandarlampung--Partisipasi pemilih yang ditarget 77,5 persen tidak tercapai.
Banyak masyarakat yang memilih Golput (golongan putih) alias tidak menyumbangkan hak pilihnya.
Begitulah gambaran yang terjadi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020 di Provinsi Lampung, Rabu (9-12-2020).
Berdasarkan hasil hitung cepat Rakata Institute, empat dari delapan kabupaten/kota yang Pilkada tahun 2020, tidak ada satupun yang mencapai angka partisipasi 77,5 persen.
Seperti Lampung Timur yang tingkat partisipasi pemilihnya hanya di kisaran 70,39 persen; Waykanan 75,83 persen; Pesawaran 72,59 persen.
Terendah ada di Kota Bandarlampung, dengan tingkat partisipasi pemilih di kisaran 69,98 persen.
Menanggapi hal tersebut, akademisi asal Fisip Universitas Lampung (Unila) Handi Mulyaningsih mengatakan, persentasi partisipasi pemilih di Pilkada 2020 tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan Pilkada 2018.
"Kalau kita bandingkan dengan Pilpres (pemilihan presiden) 2019 tidak fer ya, karena dia kan gabung dengan Pileg (pemilihan legislatif), maka partisipasi pemilihnya tinggi," kata Handi kepada harianmomentum.com.
Namun jika dibandingkan dengan Pilkada di 2018, menurut mantan Komisioner KPU Provinsi Lampung itu, jumlah partisipasi pemilih di Pilkada 2020 bisa dikatakan sebanding.
"Saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) Lampung bareng dengan Pemilihan Bupati Tanggamus dan Lampung Utara di 2018, waktu itu pun dengan target yang sama (77,5 persen) tercapainya hanya di kisaran 72 persen (partisipasi pemilihnya)," tuturnya.
Baca juga: 'Golput' Mewarnai Pilwakot Bandarlampung
Berdasarkan fakta tersebut, Handi menyimpulkan bahwa jumlah partisipasi pemilih pada Pilkada di Provinsi Lampung hanya berada pada kisaran 70 persen.
"Kalau menurut saya angkanya memang disitu, kalau untuk Pilkada di Lampung," ujarnya.
Karena itu, menurut Handi, tidak tercapainya target partisipasi pemilih bukan karena Pilkad digelar di tengah pandemi covid-19.
"Bukan karena covid-nya. Tapi karena masyarakat (yang masuk DPT) banyak yang bekerja di luar kota, tidak ada di tempat. Sehingga partisipasi pemilih mentok di angka itu," jelasnya.
Tidak tercapainya partisipasi, sambung Handi, bukan juga karena kurangnya sosialisasi dari penyelenggara Pilkada.
"Bukan juga karena kurangnya sosialisasi. Saya kira sosialisasi itu sebenarnya cukup lewat medsos (media sosial). Sekarang orang lebih menyukai mencari inforamsi di medsos. Itu berlaku pada saat covid dan tidak covid," terangnya.
Lebih lanjut Handi mengucap syukur, apa yang diprediksi selama ini, anjloknya partisipasi pemilih tidak terjadi di Pilkada 2020.
"Kalau melihat angka partisipasi pemilih Pilkada 2020, saya kira tidak terjun bebas sih. Respon masyarakat terhadap pilkad di masa covid ini cukup baik," ungkapnya.(**)
Laporan/Editor: Agung Chandra W
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com