SABTU, 2 September 2017, di Jalan Gajah Mada, sehari
setelah Lebaran Haji, Hutomo Mandala Putera (HMP) atau Tommy Suharto datang ke
warung nasi gudeg pinggir jalan.
Tommy Suharto bener-bener datang. Semua orang kaget.
Heboh. Seminggu lalu, beberapa tukang parkir ngobrol dengan Lieus Sungkharisma.
Ingin ketemu Mas Tommy. Makan malem bareng, di sini, di warung nasi gudeg
emperan. Lieus Sungkharisma kirim sms. Tommy Suharto reply okay.
Sebelum Tommy Suharto dateng, owner dan karyawan gudeg
dingin-dingin aja. Seakan ngga yakin, putera bungsu Presiden Suharto beneran
bakal dateng.
Malam ini, Tommy Suharto pake kemeja casual. Putih
kotak-kotak biru tua. Nyantai. Rilex. Ramah. Murah senyum. Dia langsung duduk
di alas tikar.
Para tukang parkir, pelayan, pengamen grogi. Kikuk.
Tegang. Salah tingkah. Tommy bisa menetralisir ketegangan mereka.
Bincang-bincang mengalir. Akrab. Kadang-kadang ada ketawa. Banyak hal
ditanyakan Tommy. Soal seputar kondisi jalan dan kehidupan para tukang parkir.
Lieus cerita tentang aksi demonstrasi tukang parkir di masa Gubernur
Foke.
Sebelum makan, tema-tema sederhana sampe masalah
kenegaraan dan sinyalemen "Kebangkitan Komunis" dibahas. Tommy
Suharto pesan gudeg opor ayam. Dia makan dengan tenang. Tata kramanya halus.
Ngga hilang. Khas Orang Jogja.
Seiring waktu, semakin banyak orang sadar: ada Tommy
Suharto di situ. Encik-encik pemilik warung bakmi sebelah memberanikan diri
minta foto. Sejak itu, silih berganti, semua orang minta foto. Ada beberapa
orang Tionghoa yang kebetulan lewat ngga mau ketinggalan. Bahkan ada orang dari
Sulawesi juga ikut-ikutan minta foto. Dengan cepat, dia upload fotonya di
facebook.
Tommy Suharto ngga sedang blusukan. Ngga ada yang
spesial. Dina Nurul Fitri, staf anggota MPR ngga percaya. Dia menduga, pasti
ada sesuatu.
Saya jelaskan, dia tetap curiga. Padahal, Tommy
Suharto ngga minat jadi Capres. Dia pernah bilang: Jangankan mau jadi presiden,
jadi anaknya presiden aja saya sudah cape. Lieus Sungkharisma bisa jadi saksi
keterangan ini. Tommy ngga punya ambisi jadi presiden. Fokusnya sekarang cuma
Partai Beringin Berkarya. Supaya lolos verifikasi.
Blusukan memang jadi tren. Jurus ampuh jadi presiden.
Tapi dulu, justru Pa Harto sering blusukan setelah jadi presiden. Bukan
sebaliknya. Blusukannya Pa Harto rada beda. Istimewa menurut saya.
Dalam buku "Pak Harto: The Untold Story",
Try Sutrisno menulis Pa Harto suka blusukan. Saat blusukan, Pa Harto ngga
pernah makan di restoran. Ngga disambut dan ngga dijamu pejabat setempat.
Apalagi dipotret jurnalis atau selfie-selfie masuk koran. Semua dilakukan
diem-diem.
Urusan logistik, Ibu Tien yang siapkan. Pa Harto
selalu bawa beras, Sambel teri dan tempe bikinan Ibu Tien.
Tujuan blusukan Pa Harto adalah curi informasi dari
petani dan rakyat kecil. Bukan buat pencitraan dan pamer. Saya kira, itu juga
yang dilakukan Tommy Suharto saat makan gudeg di emperan jalan.
Setelah pamitan, Tommy Suharto kembali ke mobilnya.
Berkali-kali, dia coba menyalakan mesin. Tapi gagal. Mobilnya mogok.
Orang-orang berasumsi karena jarang dipake.
Lieus Sungkharisma menggerakan mobil Jeep Wrangler bertuliskan Kalimat Tauhid. Mobil Tommy mesti dijamper.
Dalam proses ini, semakin banyak orang berkerumun. Tukang ojek online menepi dan turun begitu tau ada Tommy Suharto. Begitu juga supir-supir taxi, pengendara motor dan mobil. Semua orang siaga, cell-phone dikeluarkan dari kantong. Mereka ingin selfie dengan Tommy Suharto. (R/rmol)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com