MOMENTUM--Ronting tidak ada dalam peta
Indonesia. Ia hanya sebuah titik kecil di pinggir pantai utara Kabupaten
Manggarai Timur, Flores. Ronting adalah nama sebuah dusun, masuk Desa Satar
Kampas, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT. Ronting masuk
peta berita sejak 2018.
Dusun ini terletak sebelah
timur kota Reo, kota pelabuhan Tol Laut, kabupaten Manggarai Tengah, kelahiran
Menkominfo, Johnny G. Plate. Perlu sekitar 45 menit sampai satu jam dengan
kendaraan bermotor lewat jalan Trans Flores, yang berbatu dan berdebu di musim
kemarau yang kering dan berubah jadi lumpur di musim penghujan. Listrik sudah
masuk Ronting. Sinyal HP sering hilang.
Ronting masuk dalam percaturan medsos dan media massa
nasional berkat ada masjid berkubah merah putih bernama Istiqomah, bangunan
megah di bibir pantai yang indah. Masjid Ronting direnovasi dan sekaligus
diperluas dari masjid bangunan tua oleh Dompet Dhuafa (DD) mulai 2017 dan
selesai 2018, diresmikan tanggal 17 Agustus, 2019, bertepatan HUT ke-74 RI. Mayoritas
penduduk Ronting memeluk agama Islam. Mereka berprofesi nelayan dan petani
tadah hujan. Mereka keturunan suku Bugis, Sulawesi Selatan.
Alkisah, Tuan Guru Amazena
(1892-1982) pengikut tarekat, asal Sumbawa, membuka lahan (1932), yang kemudian
dikenal dengan nama Ronting, yang konon artinya “menggunting”. Beliau
menyebarkan ajaran Islam dengan contoh perilaku hidup sehari-hari sebagai
nelayan dan petani sederhana. Tuan Guru membangun surau beratap daun kelapa
(1942), kemudian menjadi masjid yang kondisinya perlu perbaikan karena dimakan usia.
Dan, DD terpanggil untuk merenovasinya.
Kebanyakan pantura Manggarai
Timur dihuni oleh masyarakat beragama Muslim yang bersanding harmonis dengan
masyarakat Katolik. Seperti wilayah lain NTT, di pantura banyak sekali warga
yang hidup di bawah garis kemiskinan. Untuk itu, DD melengkapi masjid itu
dengan sebuah proyek pertanian dengan nama DD Farm Ronting (DDFR).
Proyek pertanian terpadu
DDFR mulai tahun 2018 dengan
38 ekor sapi dan tahun ini memiliki 95 ekor sapi, melibatkan penduduk sekitar
sebagai tenaga kerja di bawah pimpinan seorang ibu, Grace Hesty, bekerja sama
dengan tokoh lokal, Abuyah Syafrudin, cucu Tuan Guru. Tahun 2019 DDFR sudah
berhasil mensuplai 10 ekor sapi untuk hewan kurban dan tahun 2020 mencapai 30
ekor.
Peternakan sapi ini meluncurkan
program plasma ke beberapa orang dengan skema bagi hasil. Untuk sapi betina,
bila beranak pembagian anak bergantian. Anak tahun pertama untuk peternak
plasma dan tahun berikutnya untuk DDFR.
Untuk sapi jantan bakalan
kurban, pembagian hasil pada saat sapi diambil untuk kurban. DDFR memberi honor
selama pemeliharaan. Program plasma ini membantu ekonomi peserta. Biasanya, sebelum
Idul Adha, mereka sudah lebih dulu mengambil honornya untuk beli beras dll.
Mereka juga jadi lebih “pede” karena dipercaya oleh DD untuk memelihara sapi.
Pulau Flores seperti daerah
lainnya di propinsi NTT memiliki iklim yang kering. Puncak musim kering, bulan
Oktober hingga akhir Desember, sangat berdampak di peternakan DD Farm Ronting.
Pohon-pohon lamtoro dan rumput king grass
mengering, sehingga menggangu ketersediaan pakan untuk sapi.
“Namun, tantangan itu adalah
seni bagi kami,” kata Grace, yang sebelumnya aktivis pemberdayaan LSM Bina
Swadaya yang dirintis dan dibina Bambang Ismawan sejak 50 tahun lebih. Seni
untuk mencari, mengolah, dan memenuhi pakan sapi. “Musim kering, membuat kami
harus pergi jauh ke hutan lamtoro, namun perjalanan mencari pakan bagi kami
adalah petualangan. Kami selalu menikmati,” ungkap Grace.
Di awal mulai beternak, DDFR
mendapatkan 57 ekor sapi, yang dibelikan “orang Jakarta”. Namun, beberapa sapi
tidak sehat ketika datang dan 19 ekor mati. Kendala awal, di luar iklim dan
cuaca, juga ketiadaan listrik dan sinyal HP.
Untungnya tayangan The
Nation di Metro TV tentang Masjid Kubah Merah Putih Ronting menceritakan tentang
ketiadaan listrik. Dua tahun kemudian, listrik menyala, tepatnya
tanggal 18 Agustus 2020. Namun, sinyal masih terus hidup mati.
Agar makin banyak orang dapat
ikut menikmati berkah, DDFR musim hujan 2019 memanam jagung di lahan kurang
lebih satu hektar, yang sejak pembersihan lahan, penanaman, hingga panen
menyerap banyak tenaga harian. Semua bahagia dan menikmati hasil dari panen
jagung, hampir 10 ton.
Desember tahun 2020 ini, banyak
warga sekitar peternakan yang tadinya tidak menanam jagung, sekarang menanam
jagung, karena melihat keberhasilan DDFR. Kini dicoba menanan padi. Lahan
jagung dicetak menjadi sawah untuk ditanami padi Ciherang dan Mamberamo. Banyak
tenaga kerja harian yang terserap.
Penanaman jagung dan padi
adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan pangan SDM yang bekerja di
peternakan. DD Farm Ronting hadir untuk menebar kebaikan, kesejahteraan,
keseimbangan lingkungan, dan kebahagiaan sesama.
Semua yang dilakukan oleh DD
tujuan utamanya adalah untuk kemashalatan sesama, tanpa melihat suku dan
agamanya. Inilah “Pancasila in Action” atau pengamalan Pancasila dalam aksi nyata.
Berkat program sederhana seperti itu ekonomi beberapa orang mengalami sedikit
peningkatan. Juga rasa percaya diri dan harga diri naik.
Fajar telah menyingsing di Ronting. Lelaki dan perempuan bergegas pergi ke ladang, perahu nelayan berisi ikan tangkapan merapat di pantai. Kubah merah putih masjid Istiqomah menyembul di antara pohon nyiur melambai, memantulkan sinar matahari. Tampak dari tengah Laut Flores yang biru, kubah itu sebagai penanda: Ini Indonesia! (gh/wh/ph)
Oleh: Parni Hadi, penulis adalah seorang wartawan asal Indonesia. Beliau memulai karier sebagai wartawan di Kantor Berita ANTARA tahun 1973, Pendiri/Kepala Perwakilan LKBN ANTARA untuk wilayah Eropa di Hamburg, Jerman Barat, ikut mendirikan dan menjadi Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi ANTARA, Direktur Utama LPP RRI.
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com