MOMENTUM, Bandarlampung--Lima Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Bandarlampung menjadi pihak terkait yang dihadirkan dalam sidang penanganan pelanggaran administratif tersetruktur, sistematis dan massif (TSM)
Sidang yang dipimpin majelis pemeriksa dari Bawaslu Provinsi Lampung itu berlangsung di Ballroom Hotel Bukit Randu, Selasa sore (29-12-2020).
Dalam persidangan, majelis pemeriksa bertanya terkait kinerja lembaga pengawas pemilihan umum Kota Bandarlampung selama tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 berlangsung.
Menurut majelis, berdasarkan fakta persidangan banyak pelanggaran yang terjadi selama tahapan Pilkada kota berlangsung.
Mulai dari keberpihakan aparatur pemerintah terhadap pasangan calon kepala daerah atau paslonkada (nomor urut 03, Eva Dwiana - Deddy Amrullah, ref), rapid test gratis untuk saksi salah satu paslonkada, hingga adanya formulir (Fom) C pemberitahuan (surat memilih) yang tidak tersampaikan.
Namun belum ada tindak tegasnya dari Bawaslu kota setempat. Hanya sebatas imbauan, dan sosialisasi belaka.
Seperti masalah tidak terdistribusinya sekitar 49 ribu formulir C pemberitahuan (surat undangan memilih) ke warga yang berhak menerima.
Tidak sampainya formulir C pemberitahuan, diduga karena keberpihakan petugas Pilkada terhadap salah satu pasangan calon kepala daerah (paslonkada).
Petugas Pilkada (KPPS) di kota setempat mayoritas adalah aparatur lingkungan, seperti Ketua RT dan Kepala Lingkungan (Kaling).
"Patut diduga yang bukan mendukung calon tertentu, tidak tersampaikan (tidak mendapat C Pemberitahuan). Ini fakta persidangan ya, dan itu bukan hanya keterangan dari satu saksi saja, tapi banyak," kata Hermansyah, salah satu anggota majelis sidang.
Terkait C pemberitahuan, menurut dia, Bawaslu kota juga tidak punya akurasi data.
"Maka kami akan menggali ini agar terang benerang. Hanya surat pencegahan, pengawasan. Penindakannya (selama Pilkada, red) belum kita lihat," tegasnya.
Selain itu, sambung dia, berdasarkan fakta persidangan banyak keterlibatan lurah, camat, RT, PKK tersaji disini. "Apakah ada di Bawaslu data itu?" tanyanya.
Lantas Candrawansyah selaku Ketua Bawaslu Kota Bandarlampung menjawab 'tidak ada'. Sebab menurut Candra, dalam regulasi di Perbawaslu tidak mengatur tentang keterlibatan RT/Kaling.
"Jangan berdebat peraturan disini, ini masalah aparatur. Kita disini menguji fakta. Tentang rapid test yang gratis saja anda jawab tidak paham," timpal Hermansyah.
Menurut Hermansyah, keadilan pemilu calon semestinya menjadi prioritas utama dalam kerja Bawaslu kota. Mereka pun, kata dia, semestinya punya inisiatif menegur jika melihat ada kesalahan di depan mata.
Sementara aggota majelis lainnya, Adek Asy'ari mempertanyakan kinerja Bawaslu kota dengan anggaran Rp19 miliar yang diterimanya untuk melakukan kinerja Pengawasan.
"Apa yang lembaga anda lakukan terkait tidak terdistribusinya 49 ribu fom C pemberitahuan itu. Ada atau tidak?" tanyanya.
Candra pun menyebut bahwa berbagai upaya telah dilakukan Bawaslu kota, seperti menyampaikan secara langsung pada KPU kota setempat.
Namun menurut Adek, hal itu tidaklah cukup. "Tidak ada penanganan lainnya? Memanggil KPU, melakukan pemeriksaan ke KPU?" ucapnya.
Selain soal formulir C pemberitahuan, Adek juga mempertanyakan soal adanya penghadangan oleh aparatur (camat, lurah) terhadap sosialisasi bakal calon kepala daerah.
"Terus apa yang lembaga saudara lakukan terhadap proses penghadangan ini?" tanya Adek.
"Kami kirimkan surat, baik kepada orang yang berpotensi mencalonkan diri dan ASN yang diduga menghalang halangi," jawab Candra.
"Hanya surat saja, tidak ada proses penanganan lebih lanjut?" tanya Adek lagi.
"Kita koordinasikan ke Bawaslu provinsi, ya kirim surat saja katanya," timpal Candra.
Ketua Majelis Sidang Fathikhatul Khoiriyah juga sangat menyayangkan, adanya puluhan ribu formulir C pemberitahuan yang tidak terdistribusi ke pemilih.
"Secara teknis penyelenggaraan apa yang saudara lakukan, selain menyampaikan dalam pleno. Empat puluh ribu sekian (formulir C pemberitahuan) ini lumayan besar," ungkapnya.
Maka menurut Khoir, tingkat sensitivitas komisioner Bawaslu kota sebagai pengawas pemilu sangat lemah.
"Saudara menganggap 49 ribu (C Pemberitahuan) yang tidak terdistribusi ini hal sepele," ujarnya.
Padahal, sambung Khoir, meski selalu kita sosialisasikan bahwa c pemberitahuan bukan undangan memilih tapi masyarakat masih sangat tergantung dengan ini.
"Ini kita urai karena saksi fakta di sini tidak mendapat C pemberitahuan, dan ini dikaitkan karena mereka (tidak mendapat C pemberitahuan) karena dianggap tidak punya pilihan yang sama," paparnya.(**)
Laporan/Editor: Agung Chandra Widi
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com