KECANDUAN

Tanggal 15 Feb 2021 - Laporan - 1059 Views

MOMENTUM-- Dingin. Itulah yang kurasa ketika menginjakkan kaki di Kabupaten Lampung Barat (Lambar), beberapa hari lalu. 

Tebalnya baju dan rompi yang menempel di tubuh, seakan tak mampu menahan sejuknya udara pegunungan. Terlebih, saya dan rombongan tiba hampir larut malam.

Sesampainya di hotel tempat menginap, suguhan kopi di teko bercorak hijau dan putih, langsung tersaji di atas meja. Aroma khas robusta langsung menusuk indera penciuman. 

Ngopi dulu bang, biar badan hangat. Begitu kata Sulemy, mengawali perbincangan malam itu. Dia adalah Kepala Biro Harian Momentum di sana.

Karena bukan pencinta kopi. Awalnya aku tidak tertarik. Terlebih, lambung biasanya nyeri jika meminumnya. Bahkan kepala terasa pusing.

Aku lebih tertarik dengan sajian teh di teko satunya. Sembari menghisap sebatang rokok yang terselip di jari, sesekali teh di gelas kuseruput.

Namun, keadaan itu tidak berlangsung lama. Karena aroma khas kopi Lambar terus menggoda indera penciuman.

Kutumpahkan teh dalam gelas. Lalu kugantikan isinya dengan kopi. Awalnya hanya setengah. Tapi karena bawaan udara bertambah dingin, akhirnya kopi itu kembali kutuang ke dalam gelas. Kali ini hingga penuh.

Obrolan pun terus berlanjut hingga akhirnya kami tidur menjelang azan subuh.

Paginya, kami diterima Bupati Lambar Parosil Mabsus untuk bersilaturahmi di rumah dinasnya. Banyak hal yang dia sampaikan dalam pertemuan itu.

Salah satunya, menyangkut Sekolah Kopi yang baru saja diresmikan pada Desember 2020. 

Sekolah yang dia pelopori itu menjadi satu- satunya di Indonesia. Tempat edukasi bagi petani agar mampu meningkatkan kualitas dan produktifitas kopi di sana.

Di sela perbincangan, beberapa orang staf wanita menyajikan hidangan kopi. Lengkap dengan camilan.

Hati mulai berkecamuk. Kondisi badan yang tidak cocok dengan minuman itu kembali tergugah. Diminum nanti takut bermasalah. Tidak diminum, disangka tidak sopan.

Tapi tunggu dulu. Bukankah semalam sudah satu setengah gelas kopi sejenis kuhabiskan? 

Langsung ku sambar gelas di atas meja. Sebelum menyeruput, kuhirup dulu aromanya. Akhhhh...!! Benar- benar menggoda. Kopi dalam gelas itu nyaris kandas dalam dua kali angkat.

Setelah jamuan makan siang, staf bupati kembali menghidangkan kopi. Langsung kuseruput lagi.

Pulangnya, kami diberi bingkisan yang isinya kopi dan gula aren khas Lambar. Gula tersebut terdiri dua bentuk. Ada yang berbentuk gula pasir ada pula berupa cetakan bulat.

Sesampainya di Bandarlampung, kopi pemberian pak bupati itu sudah berulang kali kuseduh. Bahkan, teh yang sebelumnya menjadi minuman favoritku kini sudah berganti dengan kopi.

Kopi Robusta asal Lambar memang luar biasa. Pak bupati harus tanggungjawab kalau stok kopi di rumah sudah habis. Masalahnya, saya sudah kecanduan dengan minuman nikmat ini. Tabikpun. (***)

Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Yus Bariah, Tidak Bersalah ...

MOMENTUM -- Di pengadilan, ada sebutan hakim nonpalu. Yaitu, peng ...


Ingat, Pers Bukan Alat! ...

MOMENTUM--Belakangan, Lampung sedang dihebohkan dengan dugaan kor ...


Pilkada Koko ...

MOMENTUM -- Pada tahun ini, seluruh daerah di Indonesia akan memi ...


Gerakan Koko di Tubaba ...

MOMENTUM -- Pelaksanaan pencoblosan pilkada serentak berlangung p ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com