MOMENTUM-- Apresiasi untuk Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC TMP B) Bandarlampung.
Dalam setahun, lembaga yang bernaung pada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu berhasil menyita barang senilai Rp78,8 miliar.
Dari nilai itu, potensi kerugian negara ditaksir mencapai Rp57,3 miliar. Bukan jumlah yang sedikit tentunya.
Keterangan itu disampaikan Esti Wiyandari, Kepala KPPBC, saat acara pemusnahan barang bukti, di Pelabuhan Panjang, kemarin.
Berbagai jenis barang dihancurkan dalam kegiatan seremoni itu. Diantaranya: 29,6 juta batang rokok, 1.233 botol minuman alkohol, seribu botol parfum.
Kemudian alat bantu seks sebanyak 134 potong, baju 56 karton. Bahkan, ada 164 unit laptop dan sejumlah barang ilegal lainnya.
Total nilai barang yang dimusnahkan mencapai Rp32,4 miliar. Hasil penindakan sejak Juli 2020 hingga Mei 2021.
Membaca kiriman berita dari wartawan itu, otakku otomatis menghitung. Layaknya mesin kalkulator. Deretan angka langsung berseliweran di kepala.
Jika pada satu KPPBC saja nilai barang yang dimusnahkan mencapai puluhan miliar, bagaimana jika dikalikan dengan seluruh KPPBC se-Indonesia?
Artinya, ada ratusan miliar bahkan triliunan rupiah, nilai barang yang dilenyapkan begitu saja. Naluri kemiskinanku langsung meronta- ronta menyadari hal itu.
Deretan pertanyaan langsung mengemuka di benak. Kenapa barang miliaran dilenyapkan begitu saja. Mengapa tidak dimanfaatkan? Atau dijual kembali agar uangnya bisa masuk ke kas negara. Bukankah akan lebih bermanfaat?
Keberadaan barang ilegal itu tentu berdampak negatif bagi industri perdagangan di dalam negeri. Itu sudah pasti!
Jika berbentuk makanan dan obat- obatan, tentu beresiko terhadap kesehatan warga.
Tapi, bila barang ilegal itu seperti laptop, beras atau sembako lainnya, mengapa tidak dijual kembali? Jika belum ada regulasi yang mengatur hal itu, tinggal diusulkan saja ke DPR RI.
Seperti kemarin, ada 164 unit laptop yang dihancurkan. Akan lebih bermanfaat jika barang elektronik itu dibagikan ke sekolah- sekolah.
Saat ini, betapa banyak anak usia sekolah yang tidak memiliki barang mewah itu. Terutama yang bermukim di pelosok negeri. Bahkan, mungkin, melihatnya saja mereka belum pernah.
Dimasa pandemi saat ini, sudah saatnya Kemenkeu berinovasi. Mengeluarkan regulasi baru untuk memanfaatkan potensi uang besar yang selalu dilenyapkan. Tabikpun. (**)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com