MOMENTUM-- Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Pepatah lama itu menggambarkan takdir yang harus diterima setiap orang.
Karena Allah SWT sudah mengatur segalanya. Tidak ada yang bisa menebak jalan hidup seseorang. Entah nantinya baik atau pun buruk.
Mungkin kondisi itu sedang dirasakan sejumlah “bayi malang” dari balik jerusi besi. Alih- alih mendapatkan haknya-- tumbuh besar di lingkungan normal, mereka justru terpenjara bersama ibunya.
Padahal mereka tak berdosa. Juga belum mengerti apa- apa. Tapi hukum memaksanya ikut bertanggung jawab atas kesalahan wanita yang melahirkannya.
Saya menyebut bayi malang, karena mereka tidak seberuntung anak angkat Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo. Balita yang kini berusia 1,5 tahun itu menjadi alasan polisi tidak menahan seorang tersangka pembunuhan berencana.
Beda halnya dengan ibu muda berinisial NSB (31), di Provinsi Lampung. Dia terpaksa membawa bayinya yang berusia 2 tahun ke dalam penjara.
Pil pahit itu terpaksa ditelan, pasca penangguhan penahanan yang diajukan suaminya ditolak kejaksaan negeri (Kejari) Bandarlampung.
Jaksa beralasan ancaman pidana terhadap NSB di atas 15 tahun penjara. Selain itu, tersangka dianggap tidak kooperatif dan bakal menghilangkan barang bukti.
Kisah pilu juga dirasakan empat perempuan di Nusa Tenggara Barat (NTB). Dua dari mereka terpaksa membawa anaknya ke dalam penjara karena menjadi tersangka pelemparan pabrik tembakau.
Jaksa menjerat mereka dengan Pasal 170 ayat 2 KUHP, yang ancaman hukumannya maksimal 5 tahun 6 bulan penjara.
Nasib RM juga serupa. Dia terpaksa membawa anaknya berusia 1,5 tahun ke dalam penjara usai divonis empat bulan penjara.
Dia dinyatakan bersalah oleh Hakim Pengadilan Negeri Nunukan, Kalimantan Utara, karena perseorangan melakukan penempatan pekerja migran.
Warga Tanjungselor Kabupaten Bulungan berinisial NM (25) juga tak kalah menderitanya. Dia divonis 6,5 tahun penjara lantaran terjerat kasus narkoba.
Saat ditahan, NM sedang hamil 3 bulan. Hingga dia melahirkan di Lapas Kelas II Nunukan, Kalimantan Utara. NM terpaksa membawa bayinya menjalani tahanan.
Itu hanya segelintir kisah pilu yang dialami bayi malang di negeri ini. Mungkin jumlahnya sangat banyak jika ditelusuri lebih lanjut.
Perlakuan hukum terhadap para bayi malang itu memang jauh berbeda jika dibandingkan dengan Putri Candrawathi dan anak angkatnya. Bak langit dan bumi.
Tulisan ini tidak bermaksud menyalahkan polisi. Juga tidak akan mempertanyakan empati para jaksa. Apalagi sampai mencemooh Kak Seto yang memang konsen memperjuangkan hak anak.
Saya hanya memohon kepada para petinggi di negeri ini. Tolong luangkan waktu kalian. Satu jam saja. Dengarkan tangis pilu para bayi malang dalam dekapan ibunya di penjara.
Seperti apa suara tangisan mereka? Nyaring, merdu atau jangan- jangan tidak terdengar sama sekali? Layaknya suara kalian yang terbungkam oleh kemunafikan.
Ingat! Kezaliman akan terus ada, bukan karena banyaknya orang jahat. Tapi karena diamnya orang- orang baik. Itu saja.
Tabikpun. (*)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com