MOMENTUM, Sumberjaya -- Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (Lambar) bersama BKKBN Provinsi Lampung menggelar rapat monitoring dan evaluasi (monev) stunting di Kecamatan Sumberjaya.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana Pemberdayaam Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Lambar, Danang Harisuseno mengapresiasi kegiatan yang diikuti 25 petugas TPK, TPPS dan Satgas Stunting se-Lambar itu.
Kepada peserta, dia meminta untuk mencermati dan memahami materi yang diberikan. Pasalnya, hal itu yang akan dilakukan dalam penanganan dalam penekanan stunting diwilayah setempat.
Selain pemahaman materi, Danang juga mengatakan bahwa angka survei dari SCG harus lebih baik kedepannya. Dengan didampingi tim survei dari TPK Desa, diharapkan data yang disampaikan akurat. Sehingga, dalam penjabaran memang sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Tidak terjadi kesalahan data atau data bias.
Sementara itu sebagai pemateri Bidang Gizi Puskesmas Airhitam Elsi Rahaeni mengatakan stunting merupakan kondisi dimana anak mengalami kegagalan tumbuh yang diakibatkan karena kekurangan gizi kronis. Sehingga, balita yang mengalami stunting akan terlihat pertumbuhannya lambat dan anak akan terlihat pendek untuk seusianya.
"Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal kehidupan setelah lahir, tetapi baru tampak setelah anak berusia dua tahun," katanya.
Elsi juga mengatakan bahwa stunting disebabkan oleh faktor multidimensi sehingga penangananya perlu dilakukan oleh multisektor. Salah satu contoh terjadinya stunting, antaranya praktek pengasuhan anak yang tidak baik, terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care, Post Natal dan pembelajaran dini yang berkualitas dan kurangnya akses ke makanan bergizi serta kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.
Serta, lanjut Elsi, ciri-ciri anak stunting antaranya, tinggi dan berat badan lebih kecil dibandingkan dengan anak seusianya. Terus, rata-rata anak rentan mengalami gangguan tulang dan mengalami tumbuh kembang. Dan anak juga rentan mengalami ganguan kesehatan.
"Anak cepat lemas terus menerus dan kurang aktif," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Elsi juga menjelaskan mengenai penanganan stunting yang dibagi dua. Antaranya, penanganan intervensi gizi spesifik 30 persen dan intervensi gizi sensitif berkontribusi 70 persen.
"Intervensi yang ditujukan anak dalam 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan, intervensi bersifat jangka pendek dan sasaran ibu hamil, ibu menyusui dan balita," terangnya.
Sedangkan intervensi gizi sensitif berkontribusi ditujukan melalui pembangunan diluar sektor kesehatan dan sasarannya merupakan masyarakat umum, tidak khusus untuk 1000 HPK.
"Contohnya seperti pembangunan air bersih, sanitasi dan PAUD," ucapnya.
Elsi juga mengatakan bahwa berdasarkan data dari Puskesmas Sumberjaya terdapat 90 kasus stunting dari enam (6) pekon/Desa. Anataranya, Pekon Tugusari 12 kasus, Waypetai 17 kasus, Sukapura 21, Simpang Sari 8 kasus, Sukajaya 9 kasus dan Sindangpagar 23 kasus. (**)
Editor: Muhammad Furqon
E-Mail: harianmomentum@gmail.com