Harianmomentum.com-- Kondisi
ruas jalan menuju Pasar Pasir Gintung, Tanjungkarang Barat, Bandarlampung
dianggap masih kurang mendukung untuk menunjang aktifitas jual beli.
Lubang hingga lumpur sisa limbah pembuangan para pedagang menghiasi
Jalan Durian, tepat di jantung pasar tersebut.
Bukan hanya itu. Bau tak sedap pun tercium yang bersumber
dari genangan lumpur.
Bahkan, ruas Jalan Durian yang telah dialih fungsikan menjadi
lahan berdagang pun menandakan adanya aktifitas ekonomi yang menabrak aturan.
Padahal, sesuai UU 38/2004 Pasal 63, bahwa kegiatan yang
dapat mengganggu aktifitas lalulintas dapat dikenakan tindak pidana.
Sejumlah pedagang yang ditemui Harianmomentum.com beralasan
tidak ada lagi tempat. Sehingga terpaksa berjualan di badan jalan. Kalau saja
pihak pengelola pasar menyediakan lahan, maka mereka mengaku siap akan pindah.
“Ga ada tempat lagi. Yang didalam sudah penuh. Kalau ada lagi
sih saya mau pindah ke dalam. Ini juga saya bongkar pasang. Biar tidak terlalu
menganggu jalan,” kata salah seorang pedagang.
Pasar Pasir Gitung selain semerawut, juga masih banyak
permasalahan. Secara umum lokasi pasar itu, tidak memiliki fasilitas yang
dianggap belum memadai.
Pasar yang merupakan fasilitas publik seharusnya memiliki
fasilitas yang aman dan nyaman bagi warga, sehingga selain memberikan
kenyamanan bagi pengunjung.
Lokasi di Pasar Pasir Gintung fasilitas yang dipergunakan
sejumlah pedagang, seperti tidak rata dalam penataan kios yang semerawut juga
tidak permanen. Selain itu tempat ibadah dan kamar kecil terlihat kotor,
terlihat tidak membuat nyaman bagi pengunjung dan minumnya tempat pembuangan
sampah.
Keadaan ini, dikeluhkan sejumlah para pengunjung dan
pedagang. Terutama bila musim hujan tiba. Jalan pasar menjadi becek, juga tidak
ada rest area untuk pengunjung.
“Ya gimana ya?. Ini saja saya susah untuk lewat. Jalan dan wc
nya juga sedikit. Pengennya sih dibagusin lagi,” jelas Sutomo, kata salah
seorang pengunjung.
Terhadap kondisi ini, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Pasar Pasir Gintung Joni Iskandar cuma bisa pasrah. Ia beralasan, sangat sulit
menata pasar. Sudah dari dulu kondisi buruk seperti itu.
“Selain itu, penggunaan trotoar atau badan jalan itu tidak boleh. Tapi kalau berbicara perut ya gimana lagi kita harus toleransi,” jelas Joni. (aji)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com