MOMENTUM, Bandarlampung--Indonesia memiliki salam lintas agama sebagai bentuk penghormatan terhadap kemajemukan masyarakat yang terdiri dari beragam suku, agama, dan budaya. Salam tersebut adalah ucapan salam yang berasal dari agama-agama di Indonesia, yakni assalamuaalaikum warahmatullahi wabarakatuh, salam sejahtera bagi kita semua, Shalom, Om Swastiastu, Namo Buddhaya dan Salam Kebajikan. Sedangkan untuk di Provinsi Lampung ditambah dengan “Tabik Pun” yang kemudian dijawab dengan “iya pun” oleh hadirin. Ucapan ini merupakan ciri khas salam dari Lampung.
Salah satu fungsi ucapan salam pembuka adalah kalimat tegur sapa dan bentuk penghormatan kepada semua pemeluk agama. Penting untuk dipahami, dengan mengucapkan salam dari agama lain, hal tersebut tidak berarti level keimanan dan keyakinan seseorang menjadi berkurang. Sebaliknya, salam dari agama lain dapat menjadi bentuk toleransi, penghargaan, dan pengakuan terhadap perbedaan agama yang ada di masyarakat.
Penting untuk diingat juga, dalam pluralitas agama, setiap individu memiliki kebebasan untuk menjalankan agamanya sendiri. Ucapan salam pembuka lintas agama atau mengucapkan salam dari agama lain bukan berarti menggantikan keyakinan pribadi, tetapi lebih merupakan sikap inklusif dan menghormati keberagaman dalam masyarakat. Namun, hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia beberapa hari yang lalu mengeluarkan fatwa tentang tidak bolehnya mengucapkan salam lintas agama. Fatwa ini kemudian mengakibatkan polemik dan perdebatan di tengah masyarakat. Sehingga saya ikut tergerak untuk menulis masalah ini sebagai bagian dari sumbangsih dan perspektif akademisi dalam merespons setiap yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Representasi Agama di Indonesia
Salam lintas agama memiliki makna dan signifikansi penting dalam konteks keberagaman agama di Indonesia. Salam lintas agama adalah praktik yang baik dalam upaya menjaga kerukunan umat beragama. Bahwa masyarakat Indonesia itu majemuk, terdiri dari beragama agama. Maka dari itu, salam lintas agama adalah praktik baik untuk kerukunan umat. Bukan upaya mencampuradukkan ajaran agama. Dalam praktiknya, salam lintas agama menjadi sarana menebar damai yang juga merupakan ajaran setiap agama. Ini sekaligus menjadi wahana bertegur sapa dan menjalin keakraban. Bukan dalam rangka mencampur adukkan keimanan seseorang.
Salam lintas agama yang dipraktekkan pada kegiatan-kegiatan resmi ini sebenarnya dimaksudkan sebagai salam penghormatan kepada seluruh pemeluk agama, sekaligus sebagai simbol kerukunan dan toleransi beragama. Salam lintas agama adalah bentuk komunikasi sosial yang secara empiris terbukti produktif dan berkontribusi meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama. Salam lintas agama justru mencerminkan keberagaman dan toleransi antar umat beragama di negara ini. Berdasarkan Pasal 1 UU PNPS No 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, terdapat enam agama resmi yang dianut oleh penduduk Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Ucapan salam pembuka lintas agama tersebut merepresentasikan salam dari setiap agama yang diakui secara resmi di negara ini. Salam lintas agama yang dipraktekkan pada kegiatan-kegiatan resmi ini sebenarnya dimaksudkan sebagai salam penghormatan kepada seluruh pemeluk agama, sekaligus sebagai simbol kerukunan dan toleransi beragama. Melalui ucapan salam lintas agama, masyarakat Indonesia berupaya menunjukkan sikap toleransi dan menghormati keberagaman agama di negara ini.
Salam-salam tersebut mencerminkan semangat untuk hidup berdampingan dalam keharmonisan dan saling menghormati antarumat beragama. Dalam keberagaman agama di negara Indonesia, nilai-nilai universal seperti perdamaian, persaudaraan, kebaikan, dan kebajikan menjadi dasar dalam membangun hubungan yang saling menghormati dan mendukung satu sama lain. Ucapan salam lintas agama tersebut mengingatkan akan pentingnya keselarasan dan harmoni dalam kehidupan beragama, menjadikan Indonesia sebagai negara yang pluralistik dan berlandaskan nilai-nilai keberagaman.
Pendekatan Sosiologis
Untuk memahami urgensi salam lintas agama perlu dilakukan dengan pendekatan sosiologis. Dengan pendekatan sosiologis ini akan mudah menemukan jalan tengah. Karena, dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, terkadang harus ada mujaamalah (basa-basi) antara komponen masyarakat yang majemuk. Selain saling mendoa dan menebar damai, salam lintas agama yang diucapkan hanyalah sebuah tegur sapa dan bentuk penghormatan kepada semua pemeluk agama sebagai sesama warga bangsa yang telah berkomitmen untuk hidup rukun bersama. Tidak sampai pada masalah keyakinan. Terlalu jauh bila dimaknai sebagai pengakuan dan permohonan doa kepada tuhan selain Allah yang menyalahi akidah.
Salam lintas agama adalah praktik baik kerukunan umat. Ini bukan upaya mencampuradukkan ajaran agama. Umat tahu bahwa akidah urusan masing-masing, dan secara sosiologis, salam lintas agama memperkuat kerukunan dan toleransi. Salam lintas agama sebagai sarana menebar damai yang juga merupakan ajaran setiap agama. Hal itu sekaligus menjadi wahana bertegur sapa dan menjalin keakraban. Harus ada kelenturan sosial di tengah masyarakat yang majemuk. Hal yang terpenting adalah salam lintas agama tak mengganggu kepercayaan masing-masing.Salam lintas agama adalah bentuk komunikasi sosial yang secara empiris terbukti produktif dan berkontribusi meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama.
Ketika seorang mengucapkan salam lintas agama dalam sebuah acara kenegaraan, maka sebenarnya jauh lebih maslahat untuk memilih pandangan fikih lembaga keagamaan yang membolehkan salam lintas agama dibanding yang melarang. Salah satu alasannya karena Indonesia sedang merawat kerukunan dan berikhtiar secara maksimal untuk menciptakan kedamaian antar umat beragama. Pendekatan maqasid syariah menekankan bahwa apabila terjadi perdebatan fikih di antara ulama, maka negara dalam hal ini adalah Kementerian Agama memilih pandangan yang lebih mendukung dan menghadirkan maqasid syariah.
Salah satu dari maqasid syariah adalah kerukunan, kedamaian, dan harmonisasi antar umat Islam atau antar umat beragama. Salam lintas agama adalah bentuk komunikasi sosial yang secara empiris terbukti produktif dan berkontribusi meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama di Indonesia. Mengucapkan salam dari agama lain adalah bukan suatu tindakan yang melampaui batasan agama tertentu, tetapi mewakili semangat persaudaraan antar umat beragama. Dalam menjalin hubungan yang harmonis dan saling menghormati, mengucapkan salam dari agama lain dapat menjadi simbol kebersamaan dan saling pengertian di tengah perbedaan keyakinan. Masyarakat Indonesia telah dewasa dan semakin matang dalam menyikapi toleransi beragama.(**)
Oleh: Rektor UIN Raden Intan Lampung, Prof. H. Wan Jamaluddin Z, M.Ag, Ph.D
Editor: Agus Setyawan
E-Mail: harianmomentum@gmail.com