Harianmomentum--Kerja pemenangan di DKI Jakarta
butuh ketekunan dan penelitian yang sangat mikro. Siapa paling sigap dan paling
mikro, maka kemungkinan mereka jadi pemenang dalam pertarungan Pilkada Jakarta.
"Rumus in berlaku karena Jakarta sangat
dinamis," ujar Founder and CEO PolMark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah,
dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu pagi (22/4), dikutip RMOL.CO.
Dia mengatakan, kesimpulan itu datang dari
catatan sejarah Pilkada langsung di Jakarta. Yang terakhir adalah sejarah
kemenangan Joko Widodo-Basuki Purnama (Jokowi-Ahok) yang mengalahkan Fauzi
Bowo-Nachrowi Ramli yang diusung koalisi parpol dengan kekuatan 83 persen di
DPRD.
Ditegaskan Eep, kesimpulan dari semua survei
adalah sama, yaitu pemilik partai tidak taat pada pemilih partai.
Contohnya, Partai Nasdem. Ternyata hanya 40
persen pemilih Nasdem di Jakarta yang memilih Basuki-Djarot di Pilkada 2017.
"Satu-satunya partai yang pemilihnya
disiplin dengan angka 90 persen mendukung Basuki-Djarot adalah PDIP. Sisanya
menumpuk di Anies-Sandi, tanpa kecuali," terangnya
Di mata Eep, fenomena ini harus dipahami sebagai
alarm bahaya yang sangat keras buat para pengurus partai politik di zaman
ketika political marketing tidak terhindarkan. Kalau partai-partai politik
gagal memahami fenomena ini, mereka tidak akan punya tempat di Jakarta.
"PKB dan PPP dengan label dan warna
tertentu, mereka mengusung Basuki-Djarot. Hukuman terbesar kepada mereka
ternyata bukan dari Presiden yang minta mereka dukung Basuki-Djarot. Vonis
terberat kepada mereka adalah dari pemilih mereka sendiri. Lebih dari 70 persen
pemilih mereka memilih pasangan yang tidak didukung partainya," ungkap
Eep. (Red)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com