Harianmomentum.com--Adanya
indikasi pelanggaran menyangkut netralitas ASN yang masih terjadi di berbagai
wilayah penyelenggara Pilkada 2018 menunjukkan inkonsistensi Kepala Daerah
dalam mengawasi dan menindak oknum ASN yang notabene terlibat dalam sejumlah
kegiatan Paslon peserta Pilkada bernuansa kampanye.
Ketidaknetralan
ASN akan berdampak terdistorsinya tugas dan fungsi ASN, serta penyalahgunaan
wewenang, fasilitas negara, dan sarana prasarana publik yang dimanfaatkan untuk
menunjang kemenangan Paslon dukungannya, pada gilirannya akan memicu gugatan
hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) akan memperburuk kualitas demokrasi.
Sementara itu, indikasi
pelanggaran menyangkut netralitas ASN yang masih terjadi di berbagai wilayah
penyelenggara Pilkada 2018 menunjukkan inkonsistensi Kepala Daerah dalam
mengawasi dan menindak oknum ASN yang notabene terlibat dalam sejumlah kegiatan
Paslon peserta Pilkada bernuansa kampanye.
Adanya pelanggaran dalam kampanye
Pilkada serentak 2018, seperti keterlibatan ASN di Maluku dan dugaan money
politics di Kalimantan Timur menunjukkan semakin banyaknya praktik kecurangan
dalam masa kampanye dengan tujuan untuk memenangkan Paslon yang didukungnya
lebih disebabkan rendahnya kesadaran berpolitik secara dewasa untuk mematuhi aturan
yang telah ditetapkan pihak penyelenggara Pilkada serentak 2018.
Langkah Panwaslu terus memonitor
kasus keterlibatan ASN dalam Pilkada serentak 2018 sangat tepat dilakukan, hal
ini selain untuk memperlihatkan kinerja panwaslu dalam melakukan pengawasan
Pilkada. Juga untuk meningkatkan wibawa penyelenggara pilkada yang bertindak
netral dan profesional. Sikap tegas Panwaslu terkait ketidaknetralan ASN sangat
diharapkan untuk memberikan efek jera.
Persoalan lainnya yang masih ditemukan, seperti pemasangan
APK yang tidak sesuai ketentuan dari KPU mengindikasikan peserta Pilkada dan
timnya belum dewasa dalam berpolitik dan rivalitas yang sangat tinggi antara
Paslon guna memenangkan Pilkada.
Hal ini dapat memicu kecurigaan
dan permusuhan antar pendukung Paslon yang dapat memicu ketegangan dan konflik.
Di sisi lain Medsos khususnya
akun Facebook juga dimanfaatkan dalam kampanye Pilkada, dengan mengunggah
tulisan provokatif terhadap penyelenggara Pilkada maupun lawan politiknya,
sehingga hal ini juga rawan menimbulkan konflik di masyarakat dan mempertajam
“information warfare” diantara mereka.
Sementara adanya pelanggaran dalam pemasangan APK di
Kalimantan Tengah disebabkan keterbatasan dana operasional pengawasan dengan
cakupan wilayah yang luas, termasuk operasional Satpol PP dalam menertibkan APK
tidak pernah dianggarkan oleh pemangku kepentingan.
Hal tersebut mengindikasikan
ketidaksiapan dan ketidakdewasaan para kandidat dan pendukung dalam kontestasi
Pilkada serentak 2018.
Adanya akun provokatif di media
sosial Facebook saat masa kampanye saat ini bertujuan selain untuk
mendiskreditkan Paslon tertentu, sehingga masyarakat dapat terpengaruh.
Selain itu, akun provokatif
tersebut juga dikhawatirkan dapat memicu terjadinya bentrokan antar massa
pendukung Paslon yang dapat mengganggu situasi kamtibmas di daerah tersebut.
Permasalahan maraknya penyebaran
konten provokatif, negative campaign dan black campaign yang disebarkan melalui
media sosial, tentunya mencirikan bahwa media sosial masih menjadi saluran
utama dalam melakukan perubahan pemikiran dan sikap konstituen dalam penentuan
hak pilihnya.
Penyalahgunaan Medsos,
tentunya rawan menimbulkan kebencian, permusuhan sehingga memicu konflik antar
pendukung Paslon. Bahkan jika isu yang menyangkut SARA akan mudah berkembang ke
seluruh lapisan masyarakat pengguna Medsos.
Pemanfaatan Medsos untuk
menyebarkan berita hoax disinyalir terus berlanjut karena kurangnya literasi
Medsos dan keengganan pengguna Medsos melakukan check and recheckatas informasi
yang diterimanya, sehingga mudah dipolitisasi untuk menimbulkan perspektif
keraguan akan kemampuan Pemerintah memerangi hoax dan ujaran kebencian.
Sementara beredarnya tagar #GOBERANTASORANGJAWA di
Kab. OKU Timur, Sumsel, telah dimanfaatkan menjadi isu yang diusung salah satu
pendukung Paslon agar dapat meningkatkan dukungan dari masyarakat.
Hal tersebut perlu segera
disikapi baik oleh KPU maupun Bawaslu agar secara eksplisit menegaskan aturan
yang membatasi isu yang diusung Paslon agar kegiatan kampanye tidak
menyentuh atau mengkapitalisasi politik identitas.
Penyebaran konten-konten
provokatif terkait Pilkada Serentak 2018 melalui Medsos masih terus terjadi di
berbagai daerah. Bahkan Medsos masih dijadikan media penyebaran provokasi dan
propaganda.
Konten-konten negatif, dan
provokatif ataupun yang bernuansa SARA kerap kali ditujukan untuk menjatuhkan
Paslon lainnya. Penyalahgunaan Medsos rawan menimbulkan kebencian, permusuhan
sehingga memicu konflik antar pendukung Paslon. Bahkan jika isu yang menyangkut
SARA akan mudah berkembang ke seluruh lapisan masyarakat pengguna Medsos.
Beredarnya konten bernada provokatif di Medsos dikarenakan
penyebaran konten bernada provokatif memanfaatkan literasi Medsos yang jarang
dilakukan, disamping pertimbangan Medsos merupakan “trend setter of life” maka
Medsos efektif untuk menurunkan atau meningkatkan elektabliititas Paslon.
Sehingga mempengaruhi perolehan dukungan
dan simpati masyarakat. Penyebaran konten bernada provokatif di Medsos yang
merupakan salah satu bentuk kampanye hitam dan merupakan salah satu racun
demokrasi tersebut dapat memicu reaksi di pendukung kalangan grass roots. (Oleh :
Bayu K Pemimpin redaksi
www.mediakajianstrategisindonesiag lobal.com)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com