Harianmomentum.com--Beberapa
hari ke depan, kurang 1 minggu
lagi, umat Islam akan bersedih karena
bulan suci Ramadhan tahun 2018 akan meninggalkan kita serta tidak ada yang bisa
menjamin tahun depan akan bertemu dengan bulan suci yang diimpikan oleh umat
Islam tersebut.
Umat Islam adalah umat
yang optimis, karena agama mulia ini
melarang umatnya untuk pesimis,
skeptis, ongkang ongkang kaki,
malas dan sikap negatif lainnya, apalagi
setelah dilatih berpuasa selama 1 bulan lamanya diharapkan umat Islam tidak
gampang terprovokasi, mampu membedakan
yang haram dan yang halal sehingga tidak terjebak penyakit jiwa yang nista
yaitu korupsi dan kleptomania.
Umat Islam diharapkan
mau tenggang rasa dan tidak memaksakan kehendaknya, tidak arogan dan jika menjadi pemimpin tidak
menerapkan "like and dislike" dalam membina anggotanya dan juga tidak
menerapkan "sistem batu (menggunting dalam lipatan dan menusuk sahabat
atau rekan kerja dari belakang)" artinya umat Islam setelah berpuasa
menjadi jiwa pejuang, demokratis, pluralis dan
tidak pecundang artinya siap berkompetisi, sehingga jika setelah berpuasa tetap
melakukan KKN maka introspeksi jangan jangan puasanya hanya memperoleh lapar
dan haus saja.
Tahun 2018 dan 2019
adalah tahun kompetisi politik. Tahun
yang panas dan mencekam, serta tidak
menutup kemungkinan akan terjadi serangan bom. Jelas terorisme, radikalisme dan vandalisme bukan ajaran Islam
karena berbeda secara diametral dengan rukun Iman dan rukun Islam.
Jihad dalam Islam bukan
dalam bentuk meneror, mencuri atau fai
dan berbuat radikal. Jihad dalam Islam
adalah perjuangan suci melenyapkan kemiskinan,
kebodohan, keterbelakangan dan
kebathilan. Artinya jihad yang dilakukan
secara benar adalah Pancasilais dan umat Islam yang lulus berpuasanya.
Kita selama Ramadhan, sering melihat berbagai iklan di TV dan media
massa yang menampilkan tokoh tokoh politisi partai. Mereka menyerukan berbuat kebajikan dan
menjaga keselamatan bangsa, bahkan
dengan fasih mereka tahu intisari berpuasa.
Nanti setelah
lebaran, rakyat akan melihat kiprah
politisi yang beriklan selama Ramadhan bisa menekan libido politiknya di tahun
politik yang panas ini, termasuk buka
puasa bersama yang dilakukan politisi dan kalangan lainnya berefek tidak untuk
menjaga kondusifitas nasional atau semuanya hanya bersifat artifisial? Rakyat akan menunggu dan kolumnis akan
menganalisanya.
Marhaban ya Idhul
Fitri, semua bangsa ini semakin
kuat, solid dan Pancasilais agar kita
tidak percuma berpuasa sejak aqil baliq sampai saat ini. Tantangan kita ke depan semakin berat dan
ancamannya semakin lengkap.
Jika tidak bersatu, maka masa depan kita dipertaruhkan. Contoh dan keteladanan ulama dan umaro tetap
jadi patokan, walaupun diakui atau tidak bahwa semakin banyak ulama dan umaro
yang tidak bisa dipercaya karena sering menzolimi umatnya. Degradasi dan moral
hazard menyebar kemana mana, itulah
pekerjaan rumah yang harus dituntaskan pasca kita berpuasa. (Oleh : Toni Ervianto)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com