Harianmomentum.com--Sejumlah
permasalahan masih menghiasi wacana dan diskursus politik di Indonesia
menjelang pelaksanaan Pilkada serentak 2018 yang dijadwalkan akan berlangsung tanggal 27
Juni mendatang, antara lain kendala pelaksanaan seleksi pengawas TPS di
beberapa daerah.
Sedangkan
dalam ranah perkembangan strategis secara nasional yang dapat mempengaruhi
Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019 seperti dugaan penghinaan terhadap
mantan Presiden Soeharto oleh salah satu Parpol di Indonesia.
Seleksi pengawas TPS di beberapa
daerah masih mengalami sejumlah kendala di sejumlah daerah antara lain di Kota
Rote Ndao, NTT terkendala rendahnya kualitas masyarakat yang mendaftar, mengingat
pengawas harus berpendidikan SMA/sederajat, berusia minimal 25 tahun dan tidak
boleh memiliki afiliasi politik atau hubungan kekerabatan secara langsung
dengan salah satu pasangan calon maupun Parpol pendukung.
Kendala juga terjadi di Kabupaten
Kupang, NTT dimana peserta yang pernah menjadi anggota atau pengurus partai
politik tertentu dan keterbatasan SDM. Di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah
juga terkendala keterbatasan SDM untuk memenuhi syarat usia minimal 25 tahun
dan pendidikan minimal SLTA sederajat.
Jenis permasalahan yang terkait
dengan seleksi pengawas TPS terjadi Kabupaten Sukamara Kalimantan Tengah,
Kabupaten Karangasem, Bali, Kota Tegal, Jawa Tengah, Kabupaten Nagakeo di NTT,
Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa, keduanya di NTB, Kabupaten Buru
Selatan di Maluku, dan Kota Kendari di Sulawesi Tenggara.
Bagaimanapun juga, para pengawas
TPS merupakan garda terdepan dalam pengawasan di tingkat TPS terutama saat dan
setelah pelaksanaan pemungutan suara. Kendala dalam perekrutan/seleksi pengawas
TPS di beberapa daerah akan menyebabkan adanya kekurangan pengawas TPS yang
berdampak memicu konflik di lokasi-lokasi TPS saat pemungutan, menurunkan
kredibilitas, legitimasi hasil Pilkada serentak 2018 dan menimbulkan stigma negatif
terhadap pemerintah.
Karena itu, Presiden perlu segera
memerintahkan Mendagri untuk bekerjasama dan berkoordinasi menyelesaikan
masalah ini dengan KPU RI dan Bawaslu RI, termasuk Presiden perlu memerintahkan
Kapolri dan Panglima TNI untuk memperketat pengawasan di TPS rawan dan daerah
yang tidak lengkap pengawas TPSnya.
Masalah lainnya yaitu kemungkinan
ancaman teror yang sudah terendus oleh aparat keamanan dan aparat intelijen
dapat dijadikan penyusunan strategi mengantisipasi bahkan jika mungkin
menggagalkannya, namun adanya kemungkinan ancaman teror jangan sampai tersebar
di masyarakat, karena akan menimbulkan ketakutan mereka dalam mengikuti pesta
demokrasi.
Kemudian ada masalah yang perlu
dicermati yaitu adanya dugaan penghinaan terhadap mantan Presiden Soeharto oleh
salah satu Parpol peserta Pemilu 2019.
Sebagai Parpol baru, gaya politik
dan manuver yang dilakukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan diduga
telah menghina mantan Presiden Soeharto, jelas menunjukkan arogansi dan
ketidakcerdasan PSI dalam mengembangkan basis massa dan dukungan masyarakat
terhadap Parpol baru tersebut.
Dugaan penghinaan PSI ini setidaknya berdampak
dua hal yaitu tuntutan hukum yang diajukan loyalis Soeharto di berbagai level
masyarakat dan bentrok atau kekerasan massa antara PSI dengan Parpol yang pro
keluarga Cendana. (Penulis: Bayu K Pemimpin Rekdasiu www. mediakajianstrategisindonesiaglobal.com)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com