MOMENTUM, Bandarlampung--Calon mahasiswa yang dititipkan Bupati Lampung Tengah (Lamteng) agar diterima di Fakultas Kedokteran (FK) Universitlas Lampung, anak kelapa desa yang diakui masih saudaranya.
"Saya pernah dimintai tolong oleh Rudianto, kepala desa di Lampung Tengah untuk membantu anaknya di jalur mandiri Unila. Kebetulan juga masih saudara," kata Musa Ahmad saat menjadi saksi sidang kasus suap Unila di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Selasa (7-3-2023).
Menurut Musa, Rudianto meminta tolong kepadanya karena dianggap bisa membantu anaknya masuk FK Unila karena kenal baik dengan Karomani.
Baca Juga: Kasus Suap Unila, Linda Fitri Naik Go-jek Antarkan Uang Rp300 Juta
"Saya sampaikan ke Pak Karomani dan minta tolong saat bertemu langsung, saya bilang bila memungkinkan mohon untuk meluluskan keponakan saya di Kedokteran Unila," tuturnya.
"Jawaban beliau, insyaallah akan saya coba. Selain itu tidak ada lagi yang disampaikan Pak Karomani," ujarnya.
Musa Ahmad melanjutkan, pembicaraan soal Lampung Nahdliyyin Center (LNC) diutarakan Karomani setelah mahasiswa titipan tersebut menjalani tes mandiri.
"Pak Karomani saat itu pernah bilang mau nyalon Ketua PWNU Lampung dan sedang membangun LNC. Saat itu dia juga tidak bahas soal sumbangan tapi dia memang bilang bantu-bantu ya pak. Saya pada saat itu bilang insya Allah," ungkapnya.
Setelah mahasiswa tersebut dinyatakan lulus tes melalui jalur seleksi mandiri, kata Musa, Rudianto menghubungi dan hanya menyampaikan terima kasih. Tidak ada transaksi apapun setelah itu.
"Saya tidak pernah memberikan apapun baik bentuk uang ataupun fasilitas," tegas Musa.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemudian menunjukkan barang bukti daftar donatur LNC yang ditulis orang kepercayaan Karomani bernama Mualimin. Dalam daftar nomor 13 tertulis Bupati Lamteng.
Hal itu dibantah Musa Ahmad, ia mengaku tidak pernah dihubungi oleh Mualimin.
Namu, Hakim Lingga Setiawan menyatakan Musa melakjukan pelanggaran. "Sekalipun Anda tidak terbukti memberikan uang ataupun fasilitas, Anda telah melakukan kolusi. Kolusi tidak harus berupa materi. Dan pejabat publik seperti anda dilarang melakukan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), salah satunya kolusi seperti yang anda telah lakukan," terang Lingga. (*)
Editor: Muhammad Furqon
E-Mail: harianmomentum@gmail.com