Harianmomentum.com--Jamaah
Ansharut Daulah (JAD) adalah kelompok radikal di Indonesia yang berafiliasi
dengan ISIS. Pimpinan JAD saat ini adalah Aman Abdurahman, yang saat ini diduga
juga sebagai anggota langsung ISIS yang ditugaskan untuk memimpin kelompok
teroris di Indonesia. Aman Abdurahaman saat ini sedang dalam proses hukum
dengan tuntutan mati.
JAD adalah kelompok
radikal pelaku teror terkuat di Indonesia saat ini. Sejak awal dibentuk, JAD
bersumpah setia kepada pemimpin ISIS yaitu Abu Bakr al-Baghdadi. Tidak
mengherankan jika aksi-aksi teror yang dilakukan oleh JAD akan diklaim sebagai
aksi ISIS. Hal ini tentu juga berhubungan dengan aliran dana bantuan dari ISIS
kepada JAD.
Berbagai aksi teror
telah dilakukan oleh JAD antara lain di Thamrin (Januari 2016), Samarinda
(November 2016), Kampung Melayu (Mei 2017), dan Surabaya (Mei
2018). Dari berbagai aksi teror tersebut diketahui JAD telah
melakukan perubahan model teror di setiap aksinya.
Aksi JAD pertama yaitu
bom Thamrin diketahui menggunakan kombinasi antara serangan bersenjata dengan
bom bunuh diri. Aksi ini tidak mudah karena akan melibatkan banyak anggota yang
secara bersama-sama melakukan serangan bersenjata, walaupun dengan senjata ala
kadarnya, dan dengan bom bunuh diri.
Di Samarinda, aksi yang
dilakukan oleh JAD berbeda tidak serumit di Thamrin. Model yang dilakukan di
Samarinda adalah dengan menggunakan bom molotov yang dilempar ke Gereja
Oikumene Jl Cipto Mangunkusumo. Aksi ini mengakibatkan 4 anak-anak menjadi
korban yang salah satunya meninggal dunia.
Teror di Kampung Melayu
menjadi aksi JAD berikutnya. Model yang dilakukan dengan menggunakan bom bunuh
diri. Terjadi dua ledakan, yang diperkirakan ledakan pertama sebagai pancingan
untuk mengumpulkan massa. Dalam aksi ini 2 pelaku bom bunuh diri tewas dan 3
orang menjadi korban.
Di Surabaya, JAD
melakukan aksi bunuh diri yang berbeda. Aksi dilakukan dengan melibatkan satu
keluarga utuh. Bom yang terjadi di tiga gereja dilakukan oleh satu keluarga
yang terdiri dari orang tua dan empat anaknya, dan bom di Mapolrestabes
dilakukan oleh satu keluarga berjumlah 5 orang yang satu diantaranya selamat.
Pasca aksi teror di
Surabaya, JAD masih melakukan aksi serangan di Mapolda Riau. Aksi serangan di
Mapolda Riau membuat Polri kehilangan satu Bhayangkara terbaiknya gugur. Empat
orang pelaku berhasil ditembak mati, satu orang ditangkap dan diduga ada satu
orang lainnya yang melarikan diri.
Model aksi teror yang
dilakukan oleh JAD selalu berubah. Dari aksi teror dengan kombinasi antara
serangan dengan senjata dan bom bunuh diri, hingga aksi bom bunuh diri yang
melibatkan perempuan dan anak-anak. Perubahan ini bisa disebut sebagai suatu
bentu adaptasi model teror untuk mengatasi hambatan yang mungkin terjadi. Dalam
kasus bom di Surabaya, adaptasi perlu dilakukan untuk menghindari kecurigaan
dari aparat keamanan.
Perempuan dan anak-anak
relatif diterima dan tidak dicurigai sebagai pelaku kejahatan di masyarakat
umum. Hal inilah yang diduga menjadi alasan untuk menggunakan perempuan dan
anak-anak sebagai pelaku bom bunuh diri di Surabaya, selain faktor utama bahwa
bom bunuh diri adalah bentuk amaliyah untuk memperoleh kemuliaan sesuai dengan
ideologi yang mereka anut.
Dari sisi target
serangan, JAD saat ini diketahui hanya mempunyai dua sasaran, yaitu polisi yang
dianggap sebagai musuh utama, dan Gereja sebagai simbol ideologi yang berbeda.
Sasaran polisi dilakukan di aksi teror di Thamrin, Kampung Melayu dan Surabaya.
Sementara sasaran Gereja dilakuka di Samarinda dan Surabaya.
Pasca aksi rusuh di Mako
Brimob yang didalangi oleh napiter dari kelompok JAD, Polri telah
melakukan serangkaian penangkapan. Empat orang ditangkap di Tambun Bekasi, satu
orang ditembak mati kerena melakukan perlawanan, kemudian empat orang ditembak
mati di Cianjur, adalah jaringan JAD. Kedua kelompok kecil terpisah ini
ditangkap dan sebagian ditembak dalam perjalanan menuju Depok untuk membantu
para napiter di Mako Brimob yang sedang melakukan perlawanan
terhadap petugas.
Rangkaian penangkapan
dilakukan oleh Polri terkait aksi-aksi teror pada bulan Mei ini, yang
didominasi di daerah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera. Dampak dari
rangkaian penangkapan ini adalah melemahnya kekuatan JAD di
Indonesia. Pelemahan ini sudah mulai terjadi pada aksi di Mapolda
Riau, yang jelas menunjukkan bahwa kekuatan JAD semakin mengecil dan tidak
terencana dengan baik.
Polri bekerja sama
dengan BIN, TNI, dan BNPT akan terus melakukan penanganan terhadap kelompok
radika pelaku teror, apapun afiliasinya. Dengan kolaborasi antar lembaga negara
ini diperkirakan akan menjadi tekanan besar bagi kelompo JAD di Indonesia.
Struktur JAD yang sudah diketahui oleh aparat, akan memudahkan penangkapan di
lapangan. Anggota JAD tidak bisa menghindar lagi dan tinggal menunggu waktu.
Kekuatan kelompok JAD
sudah mulai terkikis dan menuju titik habis. Meskipun dimungkinkan masih ada
simpatisan yang tidak terdeteksi. Kombatan-kombatan JAD yang sudah menjadi
pelaku bom bunuh diri dan tertangkap akan mengurai kekuatan JAD. Saat ini yang
tersisa dari kelompok JAD diperkirakan hanya yang mempunyai kualifikasi
suporter di garis belakang.
Tentu saja perlu
diwaspadai bahwa anggota kelompok radikal pelaku teror, dalam keadaan terdesak,
masih bisa melakukan aksi seperti teror lone wolf, yang biasanya sulit untuk
dideteksi. Teror lone wolf inilah yang diperkirakan akan menjadi model terakhir
yang dilakukan oleh JAD pada titik kritis.
Prediksi selanjutnya,
kelompok JAD akan berhasil ditumpas oleh negara melalui Polri, BIN, TNI, dan
BNPT. Tidak perlu waktu lama, bahkan sebelum lebaran, ancaman-ancaman teror
akan dikendalikan dengan menumpas pelaku utamanya yang saat ini terdeteksi dari
kelompok JAD.
Surutnya kelompok JAD karena aksi tegas dari pemerintah ini akan terjadi dengan cepat seiring dengan surutnya ISIS di Suriah dan Irak karena tekanan pasukan multinasional. Yang tersisa dan tidak terdeteksi akan tercerai berai dan akhirnya menjadi sel tidur. Sambil menunggu momentum, yang tersisa dan tidak terdeteksi bisa bangkit dengan kelompok yang baru, atau selamanya tetap tidur dan bermetamorfosis menjadi masyarakat biasa. (Penulis:Stanislaus Riyanta pengamat terorisme dan intelijen)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com